Senin (18/4), Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara (Ditjen Minerba) melaksanakan Konferensi Pers yang dipimpin oleh Direktur Jenderal Minerba, Ridwan Djamaluddin dalam rangka penyampaian kepada publik melalui media massa terkait Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 55 Tahun 2022 dan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 15 Tahun 2022. “Konferensi Pers ini penting, mengingat kedua aturan menjadi acuan dalam pelaksanaan pertambangan minerba”, tutur Ridwan.
Ridwan menyatakan bahwa “Perpres 55 Tahun 2022 tidak dibentuk dalam kerangka perbedaan kewenangan pusat dan daerah, tetapi merupakan pelaksanaan UU Nomor 3 tahun 2020 dimana sebagian kewenangan Pemerintah Pusat didelegasikan kepada Pemerintah Daerah Provinsi dengan tujuan tata kelola pertambangan minerba yang baik dan efektif”.
“Jangan sampai pemberlakuan Perpres ini akan menimbukan kekacauan dalam perizinan. Saat ini kami sedang mengatur perizinan yang masuk, sedang kami proses. Namun nanti ada batas waktunya untuk seterusnya prosesnya akan dilanjutkan oleh pemerintah Provinsi. Mohon bersabar, tidak ada niat dari pemerintah untuk menunda. Yang kami lakukan adalah membuat masa transisi berjalan dengan mulus sesuai tujuan dan hakekat Perpres ini”, lanjut Ridwan.
Dalam hal pendelegasian kewenangan ini, regulasi yang berada di atasnya tetap berjalan seperti semula. “Perlu juga diluruskan bahwa dalam Perpres 55 Tahun 2022 tidak semua kewenangan didelegasikan, tetapi hanya sebagian saja” tegas Ridwan.
Perpres pada pokoknya mendelegasikan kewenangan Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah Provinsi terkait pemberian Izin Usaha Pertambangan (IUP) untuk golongan mineral bukan logam, mineral bukan logam jenis tertentu, dan batuan. Selain IUP, pemberian perizinan lainnya berupa Surat Izin Penambangan Batuan (SIPB), Izin Pertambangan Rakyat (IPR), Izin Usaha Jasa Pertambangan (IUJP) untuk 1 Daerah Provinsi, Izin Pengangkutan dan Penjualan serta IUP untuk Penjualan golongan mineral bukan logam, mineral bukan logam jenis tertentu, dan batuan juga turut didelegasikan. Pendelegasian Perizinan juga dibarengi dengan pendelegasian kewenangan untuk pemberian dan penetapan Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) Mineral Bukan Logam, WIUP Mineral Bukan Logam Jenis Tertentu, dan WIUP Batuan, penetapan harga patokan golongan mineral bukan logam, mineral bukan logam jenis tertentu, dan batuan, pemberian rekomendasi atau persetujuan yang berkaitan dengan kewenangan yang didelegasikan.
Kewenangan untuk melakukan Pembinaan dan Pengawasan terhadap Perizinan yang diterbitkan pun tidak luput untuk didelegasikan. Terkait dengan Pengawasan, dalam pelaksanaan pengawasan Gubernur menugaskan Inspektur Tambang dan Pejabat Pengawas Pertambangan. Hal ini sejalan dengan amanat UU Nomor 3 Tahun 2020 dimana Pengawasan atas kegiatan usaha pertambangan dilaksanakan oleh Inspektur Tambang dan Pejabat Pengawas.
Pendelegasian Kewenangan berlaku efektif pada tanggal 11 April 2022. Pemerintah Pusat segera melakukan koordinasi dengan Pemda Provinsi dan Instansi Pemerintah terkait dalam rangka pelaksanaan Perpres Nomor 55 Tahun 2022. “Kami ingin agar pendelegasian mencapai tujuannya dimana tidak ada tata kelola pertambangan minerba yang berkurang serta semua berjalan baik. Yang terpenting adalah publik mendapat layanan terbaik dan tidak terputus”, Ridwan kembali menegaskan.
Selanjutnya berkaitan dengan berlakunya PP Nomor 15 Tahun 2022 tentang Perlakuan Perpajakan dan/atau Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) di Bidang Usaha Pertambangan Batubara, Ridwan menyampaikan bahwa PP ini akan mendorong pemanfaatan batubara membawa manfaat yang maksimal baik bagi negara maupun badan usaha termasuk juga bagi publik secara keseluruhan.
Proses pengajuan atau penetapan PP ini sudah berjalan cukup panjang, melalui berbagai proses birokrasi, dengan menerima masukan dari pakar, badan usaha, dll sehingga dicapailah angka optimal yang dituangkan dalam PP ini dengan semangat mendapat sebesar-besarnya hak negara. “Semangat kita menegaskan bahwa negara mendapat hak yang maksimal dari industri batubara dan badan usaha tidak dirugikan dalam penerapannya”, lanjut Ridwan.
PP ini menitikberatkan pengaturan perlakuan perpajakan dan/atau PNBP kepada IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian yang berasal dari PKP2B untuk mewujudkan semangat peningkatan penerimaan negara dalam pelaksanaan keberlanjutan operasi yang berasal dari kontrak, dalam hal ini PKP2B.
Pengaturan iuran produksi yang naik turun sesuai HBA menjadi win-win solution baik bagi negara dan pelaku usaha pertambangan, dimana negara ikut mendapatkan keuntungan yang maksimal ketika harga naik dan pelaku usaha tidak dibebani ketika harga turun.
sumber: humas-minerba (esdm.go.id)
>